Search This Blog

Dampak Kebocoran Data Facebook: Zuck Minta Maaf hingga Seruan Boikot

JawaPos.com – Skandal kebocoran data Facebook minggu ini tengah ramai dibicarakan warganet seantero dunia. Insiden yang melibatkan sebanyak 50 juta data pengguna jejaring sosial yang digawangi Mark Zuckerberg itu disebut bocor dan dimanfaatkan oleh pihak ketiga.

Berbagai informasi menyebut bahwa kebocoran data tersebut dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk keperluan politik Amerika Serikat (AS) pada masa pemilu presiden AS beberapa waktu lalu.

Laman TheGuardian, Minggu (25/3), menyebut bahwa kebocoran data Facebook didalangi sebuah lembaga riset bernama Cambridge Analytica (CA). CA dilaporkan terlibat dan bertanggung jawab dalam skandal kebocoran data 50 juta pengguna Facebook.

Parahnya, Firma tersebut juga pernah bekerja dengan tim kampanye Donald Trump saat pemilihan presiden 2016 silam. CA dituding menggunakan jutaan data pengguna untuk membuat sebuah software yang bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.

CA diketahui merupakan perusahaan yang dimiliki miliarder teknologi bernama Robert Mercer. Salah satu jajaran direksinya, sebelum dilantik sebagai penasihat Presiden Trump, adalah Steve Bannon yang juga petinggi di media konservatif Breitbart.

Bagaimana Mekanismenya?

Sejak 2014 silam, Cambridge Analytica mengembangkan sebuah teknik untuk mendapat data Facebook dari kuis kepribadian. Tipe kuis yang memang cukup populer di Facebook ini dikerjakan perusahaan pihak ketiga, yakni Global Science Research.

Kemudian data tersebut dikumpulkan oleh seorang akademisi Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan melalui aplikasi survei di Facebook beberapa tahun lalu. Hasil survei kemudian diteruskan ke Cambridge Analytica, yang menggunakannya untuk menargetkan pengguna FB dengan iklan politik selama kampanye Pilpres Amerika Serikat 2016.

Cambridge Analytica, facebook Cambridge Analytica

Ilustrasi: logo Cambridge Analytica (Engadget)

Donald Trump tidak lain adalah klien dari Cambridge Analytica pada Pilpres AS 2016 lalu. Trump pun akhirnya berhasil dinobatkan sebagai juara dan kini menjadi Presiden AS meski sempat menuai kontroversi selama masa kampanye.

Kasus ini pertama kali terungkap oleh informasi dari Co-founder CA Christoper Wylie yang diduga sebagai orang pertama yang berperan sebagai whistleblower (pembocor rahasia internal) yang meramaikan kasus ini. Dia membeberkan berbagai hal yang dilakukannya.

Kepada The Guardian, dia mengungkap bagaimana CA menggunakan informasi personal diambil tanpa izin pada awal 2014 untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS. Hal ini dilakukan untuk menargetkan mereka dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi.

"Kami mengeksploitasi Facebook dan 'memanen' jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.

Dokumen yang dilihat Observer TheGuardian kemudian dikonfirmasi oleh pernyataan Facebook yang menunjukkan bahwa perusahaan pada akhir 2015 mengetahui ada kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, agaknya waktu itu Facebook kecolongan. Sosial media itu gagal memperingatkan para penggunanya, kemudian hanya melakukan sedikit upaya untuk memulihkan dan mengamankan informasi lebih dari 50 juta penggunanya.

Lebih lanjut, Seluruh data dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Universitas Cambridge.

Melalui perusahaannya, Global Science Research (GSR) berkolaborasi dengan CA, membuat ratusan ribu pengguna dibayar untuk menjalani pengujian kepribadian dan menyetujui data mereka diambil untuk kepentingan akademis.

Selain itu, aplikasi itu juga mengumpulkan informasi dari test-taker teman-teman di Facebook, yang menyebabkan akumulasi puluhan juta data lainnya.

Kebijakan platform Facebook hanya mengizinkan pengumpulan data teman-teman untuk meningkatkan pengalaman pengguna di aplikasinya, dan dilarang untuk dijual atau digunakan untuk iklan. Kerugiannya jelas, data pengguna dimanfaatkan oleh oknum untuk memenangkan Trump dalam pilpres Amerika Serikat.

Trump Dimenangkan

Cambridge Analytica dalam situs resminya membeberkan rahasia mengenai bagaimana mereka membantu pemenangan Trump. Mereka menyebut telah menganalisis jutaan poin data. Salah satu strategi yang digunakan adalah bagaimana mengidentifikasi pemilih yang dapat dibujuk dengan isu-isu yang peduli dengan para pemilih. Cambridge Analytica kemudian mengirimkan 'pesan-pesan' yang mungkin berdampak pada sikap mereka.

"Dengan bantuan kami, kampanye Anda dapat memakai penargetan cerdas dan teknik pengiriman pesan canggih yang sama. Cambridge Analytica mengerahkan 3 tim yang terintegrasi untuk mendukung kampanye: riset, ilmu pengolahan data, dan pemasaran digital," tulis Cambridge Analytica dalam situsnya.

Donald Trump, Facebook Donald Trump, Cambridge Analytica

Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump (Fortune)

Mereka juga melibatkan tim pengolah data sekelas PhD atau doktor. Anggota tim juga mengklaim telah memiliki pengalaman lain di berbagai pemilihan presiden, kongres, hingga gubernur.

Untuk Pilpres AS yang dimenangkan Trump, Cambridge Analytica membuat polling di 17 negara bagian setiap harinya untuk keperluan riset. Mereka lalu memberikan laporan tiap akhir bulan yang menunjukkan hasil polling ke 1.500 responden dari tiap negara bagian setiap pekan.

Cambridge Analytica membuat sekitar 20 model olahan data yang dapat digunakan untuk memprediksi kebiasaan pemilih. Mereka mengklaim pola analisisnya mampu mengidentifikasi pemilih seperti apa yang bakal memilih Trump.

"Setiap kami menyurvei seseorang, kami cocokkan informasi mereka dengan data yang telah ada di database kami. Kami analisis apapun dari riwayat memilih mereka yang dikonversikan ke mobil-mobil yang mereka kendarai, kami mengidentifikasi kebiasaan yang berkolerasi pada keputusan memilih," papar Cambridge Analytica.

Komponen berikutnya adalah pemasaran digital. Cambridge Analytica berkolaborasi dengan puluhan teknologi periklanan untuk memengaruhi pemilih. Sebagai contohnya, kata mereka, jika ada orang yang peduli dengan kesehatan maka mereka akan dialihkan ke situs yang memaparkan program Trump soal kesehatan. Begitu metode selanjutnya bergulir.

Komponen ini melibatkan sejumlah platform, termasuk media sosial, iklan situs pencarian, dan YouTube. Cambridge Analytica menyebut teknik yang mereka terapkan membuahkan hasil berupa kemenangan mutlak atas Trump.

Saham Facebook Terpuruk

Kejadian memalukan sekaligus meresahkan publik itu ibarat menampar wajah Zuck, panggilan akrab CEO Facebook Mark Zuckerberg. Pribahasa sudah jatuh tertimpa tangga mungkin tepat ditujukan untuk Zuck. Atas kelalaiannya, tidak hanya diburu warganet, Zuck juga harus rela kehilangan saham Facebook yang jatuh terpuruk.

Saham Facebook disebut anjlok mencapai 6,77 persen. Nilai valuasi perusahaan tersebut pun turun hingga USD 49,4 miliar atau setara dengan Rp 679,92 triliun pada Rabu (21/3) kemarin. Bukan tanpa alasan, hal tersebut terjadi seiring dengan kekhawatiran investor atas kasus kebocoran data yang menimpa Facebook. Tak hanya itu, nilai kekayaan Mark Zuckerberg juga disebut merosot tajam yakni kehilangan sekitar USD 6,8 miliar atau sekitar Rp 93,5 triliun seperti dikutip JawaPos.com dari CNNMoney, Minggu (25/3).

Seperti orang kaya yang memiliki perusahaan lainnya, nilai kekayaan suami Priscilla Chan itu dengan mudah naik dan terjun bebas menyesuaikan dengan kondisi saham atas perusahaannya. Jadi ketika saham Facebook terpengaruh dengan isu skandal kebocoran data, secara otomatis publik kehilangan kepercayaan dan nilai investasi Facebook merosot jauh.

Kendati demikian, Zuck masih memiliki saham yang bernilai USD 70 miliar. Dia juga masih bisa mempertahankan posisinya di perusahaan karena memiliki kontrol terhadap mayoritas pemegang saham di perusahaan itu.

Seruan Boikot dan Menghapus Akun Facebook

Imbas dari kebocoran data yang dialami Facebook, Zuck harus rela menelan pil pahit dengan ditinggal penggunanya. Tak lama berselang atas isu bocornya data tersebut, netizen ramai-ramai mengeluarkan seruan #deletefacebook.

Seruan #deletefacebook tidak hanya dilontarkan oleh warga biasa, namun juga dilontarkan pendiri WhatsApp, Brian Acton yang platformnya kini dimiliki Facebook. Hal ini jelas mengejutkan, mengingat WhatsApp adalah layanan pesan instan yang dimiliki Facebook.

Acton menyampaikan pernyataan tersebut dalam Twitter-nya @brianacton. "Inilah waktunya, #deletefacebook," cuit pria tersebut.

facebook data bocor, spacex boikot facebook, boikot facebook

Halaman Facebook SpaceX yang tidak lagi bisa diakses. (Screenshot)

Terbaru, seperti diberitakan Mirror, CEO SpaceX dan Tesla Motor yang penuh kontroversi, Elon Musk, juga melakukan hal senada. Janji Musk menghapus dua laman itu muncul setelah dia menerima tantangan dari pengguna Twitter lainnya. "Hapus halaman SpaceX di Facebook jika Anda jantan?" demikian cuitan seorang pengguna pada Musk.

"Saya tidak menyadari jika kami memilikinya. Akan saya lakukan," balas Musk dengan congkak. Tidak butuh waktu lama, halaman Facebook SpaceX dan Tesla, yang masing-masing memiliki 2,6 juta pengikut, kini tidak lagi dapat diakses.

Zuck Muncul, dan Meminta Maaf

Setelah mendadak jadi orang paling dicari masyarakat dunia belakangan ini, Zuck dianggap paling bertanggung jawab atas kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.

Melalui keterangan yang diunggah pada akun Facebook pribadinya, Zuck mengaku siap bertanggung jawab atas peristiwa yang meresahkan dunia tersebut. "Kami bertanggung jawab untuk melindungi data Anda, dan jika kami tidak bisa melakukannya maka kami tidak layak melayani Anda. Saya telah berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi dan memastikan hal ini tidak akan terjadi lagi,” jelas Zuck dalam pernyataan di akun Facebook resminya.

Zuck menjelaskan bahwa sebenarnya beberapa tahun silam dirinya telah mewanti-wanti akan terjadinya peristiwa ini. Namun tanpa mereka duga, Facebook mengalami sebuah kecelakaan fatal yang menyebabkan peristiwa ini akhirnya terjadi.

“Pada akhirnya ini terjadi, dan kita juga membuat kesalahan. Kami masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Namun kita harus tetap melangkah dan melakukannya,” imbuh Zuck.

Mark Zuckerberg menyebut kejadian ini sebagai ‘pelanggaran antara Facebook dengan pengguna yang berbagi data dengan perusahaan’. Karenanya, Zuck dan Facebook akan berusaha untuk memperbaiki semuanya mulai saat ini. Zuckerberg juga meminta maaf karena sempat menghilang sejak kasus ini ramai diperbincangkan.

Masih dalam tulisan yang sama pada statusnya di Facebook, Zuck menyebut akan melakukan sejumlah langkah reaktif menanggapi peristiwa meresahkan ini. Dirinya menjamin bahwa langkah-langkah tersebut dapat mencegah peristiwa ini terulang kembali.

(ryn/JPC)

Rekomendasi Untuk Anda

Sponsored Content

loading...

Let's block ads! (Why?)

Baca lengkap https://www.jawapos.com/read/2018/03/25/198876/dampak-kebocoran-data-facebook-zuck-minta-maaf-hingga-seruan-boikot

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dampak Kebocoran Data Facebook: Zuck Minta Maaf hingga Seruan Boikot"

Post a Comment

Powered by Blogger.